Selasa, 22 Maret 2011

“Peraturan dan regulasi (cyberlaw)”

Regulasi
Regulasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pengaturan. Regulasi di Indonesia diartikan sebagai sumber hukum formil berupa peraturan perundang-undangan yang memiliki beberapa unsur, yaitu merupakan suatu keputusan yang tertulis, dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang, dan mengikat umum.

Cyberlaw
Cyberlaw atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai hukum cyber (atau nama lain yang biasa dipergunakan, yaitu hukum sistem informasi) bukanlah suatu produk baru yang meramaikan istilah dalam dunia teknologi informasi. Seperti halnya kehidupan fisik kita, di dunia nyata, di mana terjadi pelanggaran terhadap hak orang lain, maka muncul suatu undang-undang beserta dengan rentetan pasal-pasal dan ayat-ayat yang berisi kalimat-kalimat yang melegitimasi bahwa suatu pelanggaran tersebut dinyatakan salah dan harus diberi ganjaran sebagai akibat dari usaha-usaha pelanggaran tersebut.
Cyberlaw adalah hukum yang digunakan di dunia cyber (dunia maya), yang umumnya diasosiasikan dengan Internet. Cyberlaw dibutuhkan karena dasar atau fondasi dari hukum di banyak negara adalah "ruang dan waktu". Sementara itu, Internet dan jaringan komputer mendobrak batas ruang dan waktu ini.
Walaupun selalu identik dengan internet, dunia cyber tidak harus selalu berkaitan dengan internet. Hal ini karena, cakupan cyberlaw itu sendiri tidak hanya terkait dengan semua pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan selama terjadi koneksi internet. Suatu komputer yang tidak terhubung internet, misalnya hanya intranet, apabila diakses oleh orang yang tidak berhak, maka dapat dikategorikan sebagai pelanggaran dalam cakupan cyberlaw itu sendiri.Cyberlaw untuk dunia cyber. Jika contoh yang baru diberikan tadi termasuk pelanggaran dalam cyberlaw, maka keadaan demikian juga termasuk cakupan dunia cyber.

Perbedaan cyberlaw di berbagai Negara
Di Amerika, Cyber Law yang mengatur transaksi elektronik dikenal dengan Uniform Electronic Transaction Act (UETA). UETA adalah salah satu dari beberapa Peraturan Perundang-undangan Amerika Serikat yang diusulkan oleh National Conference of Commissioners on Uniform State Laws (NCCUSL). Sejak itu 47 negara bagian, Kolombia, Puerto Rico, dan Pulau Virgin US telah mengadopsinya ke dalam hukum mereka sendiri. Tujuan menyeluruhnya adalah untuk membawa ke jalur hukum negara bagian yag berbeda atas bidang-bidang seperti retensi dokumen kertas, dan keabsahan tanda tangan elektronik sehingga mendukung keabsahan kontrak elektronik sebagai media perjanjian yang layak. UETA 1999 membahas diantaranya mengenai :
Pasal 5 : mengatur penggunaan dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik.
Pasal 7 : memberikan pengakuan legal untuk dokumen elektronik, tanda tangan elektronik, dan kontrak elektronik.
Pasal 8 : mengatur informasi dan dokumen yang disajikan untuk semua pihak.
Pasal 9 : membahas atribusi dan pengaruh dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik.
Pasal 10 : menentukan kondisi-kondisi jika perubahan atau kesalahan dalam dokumen elektronik terjadi dalam transmisi data antara pihak yang bertransaksi.
Pasal 11 : memungkinkan notaris publik dan pejabat lainnya yang berwenang untuk bertindak secara elektronik, secara efektif menghilangkan persyaratan cap/segel.
Pasal 12 : menyatakan bahwa kebutuhan “retensi dokumen” dipenuhi dengan mempertahankan dokumen elektronik.
Pasal 13 : “Dalam penindakan, bukti dari dokumen atau tanda tangan tidak dapat dikecualikan hanya karena dalam bentuk elektronik”
Pasal 14 : mengatur mengenai transaksi otomatis.
Pasal 15 : mendefinisikan waktu dan tempat pengiriman dan penerimaan dokumen elektronik.
Pasal 16 : mengatur mengenai dokumen yang dipindahtangankan.

Sementara di Singapura terdapat Electronic Transaction Act (ETA) sebagai Cyber Law negaranya. ETA telah ada sejak 10 Juli 1998 untuk menciptakan kerangka yang sah tentang undang-undang untuk transaksi perdagangan elektronik di Singapore yang memungkinkan bagi Menteri Komunikasi Informasi dan Kesenian untuk membuat peraturan mengenai perijinan dan peraturan otoritas sertifikasi di Singapura. ETA 2010 membahas diantaranya mengenai :
Pasal 3, 4 : mengatur mengenai aplikasi untuk otoritas sertifikasi yang terakreditasi dan mengatur pembaharuan akreditasi.
Pasal 5-9 : mengatur penolakan, pembatalan dan penghentian sementara akreditasi
Pasal 10-12 : mengatur persyaratan akreditasi
Pasal 13-26 : mengatur penyelenggaraan usaha oleh otoritas sertifikasi yang terakreditasi
Pasal 27, 28 : mengatur persyaratan untuk repositori
Pasal 29 : mengatur tanda bukti akreditasi, jika melanggar peraturan ini, dikenakan denda $50000 atau penjara 12 bulan.
Pasal 30 : mengatur aplikasi untuk lembaga publik
Pasal 35 : mengatur sanksi yang diberikan jika melanggar undang-undang Pasal 13 ayat 2, Pasal 14, Pasal 16 ayat 2 atau ayat 11, Pasal 17 ayat 3, Pasal 18 ayat 10, Pasal 19 ayat 5, Pasal 21 ayat 7 atau ayat 8 atau Pasal 25, yaitu antara $5000 sampai dengan $10000.
Cyber Law di Singapura sudah cukup bagus, tetapi masih ada beberapa hal yang kurang yaitu belum adanya hukum yang mengatur perlindungan konsumen dan penggunaan nama domain.


Indonesia telah resmi mempunyai undang-undang untuk mengatur orang-orang yang tidak bertanggung jawab dalam dunia maya. Cyber Law-nya Indonesia yaitu undang–undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Di berlakukannya undang-undang ini, membuat oknum-oknum nakal ketakutan karena denda yang diberikan apabila melanggar tidak sedikit kira-kira 1 miliar rupiah karena melanggar pasal 27 ayat 1 tentang muatan yang melanggar kesusilaan. sebenarnya UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) tidak hanya membahas situs porno atau masalah asusila. Total ada 13 Bab dan 54 Pasal yang mengupas secara mendetail bagaimana aturan hidup di dunia maya dan transaksi yang terjadi didalamnya. Sebagian orang menolak adanya undang-undang ini, tapi tidak sedikit yang mendukung undang-undang ini.
UU ITE adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia. Pada UU ITE 2008 yang dibahas antara lain :
Pasal 5, 6 : mengatur ketentuan mengenai informasi elektronik yang dianggap sah.
Pasal 7, 8 : hak seseorang atas informasi/dokumen elektronik.
Pasal 9 : mengatur informasi yang disediakan oleh pelaku usaha yang menawarkan produk melalui sistem elektronik.
Pasal 11 : mengatur keabsahan tanda tangan elektronik.
Pasal 12 : mengatur mengenai kewajiban pemberian keamanan atas tanda tangan elektronik.
Pasal 13, 14 : mengatur mengenai penyelenggaraan sertifikasi elektronik.
Pasal 15, 16 : mengatur mengenai penyelenggaraan sistem elektronik.
Pasal 17-22 : mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi elektronik.
Pasal 23 : mengatur hak kepemilikan dan penggunaan nama domain.
Pasal 24 : mengatur mengenai pengelolaan nama domain.
Pasal 27 : melarang beredarnya informasi/dokumen elektronik yang melanggar kesusilaan, memuat perjudian, penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, serta pemerasan dan/atau pengancaman.
Pasal 28 : melarang penyebaran berita yang merugikan konsumen dalam transaksi elektronik, serta informasi yang berbau SARA.
Pasal 29 : melarang pengiriman informasi/dokumen elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti individu secara pribadi.
Pasal 30-37 : melarang orang dengan sengaja tanpa hak atau melawan hukum atas komputer, sistem elektronik, informasi elektronik, dan/atau dokumen elektronik oleh pihak yang tidak berwenang.
Pasal 45-51 : mengatur sanksi yang diberikan jika melanggar undang-undang Pasal 27 sampai dengan Pasal 36, yaitu denda antara Rp 600 juta sampai dengan Rp 12 milyar, atau pidana penjara antara 6 sampai 12 tahun.
Dibandingkan dengan negara-negara lain, indonesia termasuk negara yang tertinggal dalam hal pengaturan undang-undang ite. Cyber Law di Indonesia sudah cukup bagus penanganannya, hanya saja masih terdapat beberapa hal yang kurang seperti masalah spam dan ODR yang belum dibuat undang-undangnya. Tetapi terkadang masalah tentang pengaduan atau keluhan terhadap suatu instansi di dalam e-mail dapat membuat pengadu menjadi tersangka padahal hanya bermaksud untuk memberikan suatu masukan agar pengawasannya lebih ditingkatkan.

Sumber :
http://jdih.bsn.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=60:regulasi&catid=36:info-hukum&Itemid=59
http://suray.wordpress.com/2007/05/11/cyberlaw-apa-sih-2/
http://www.cert.or.id/~budi/articles/cyberlaw.html
http://blogkublogku.blogspot.com/
http://inori-to-shigoto.blogspot.com/2011/03/peraturan-dan-regulasi.html